Abstract


Kehidupan kesehariannya, perilaku masyarakat Bali juga mendasarkan pada nilai-nilaiAgama Hindu dan falsafah Tri Hita Karana. Falsafah hidup Tri Hita Karana sangat menekankan adanya keharmonisan dan keseimbangan hidup antara manusia dengan manusia, manusia dengan Sang Pencipta, dan manusia dengan lingkungannya. Prinsip-prinsip ini terinternalisasi dan terinstitusionalisasi dalam struktur sosial masyarakat Bali dan menjadi pandangan hidup masyarakat Bali. , persamaan-persamaan yang menjadi ciri identitas etnik orang Bali mencakup kesamaan sebagai krama desa (warga desa) dari suatu desa pakramanan(desa adat) dengan berbagai aturan yang mengikatnya, yang termuat dalam Awig-awig Desa Pakraman (peraturan tertulis desa adat). Berbagai kebijakan publik yang telah diberlakukan secara nasional perlu dicermati dan disesuaikan dengan kebiasaan-kebiasaan lokal seperti Bali, kebijakan yang di ambil baik oleh pemerintah pusat maupun daerah tidak boleh bertentang dengan awig-awig yang ada di Bali. Sebagai contoh, polisi lalu lintas jalan raya tidak mampu untuk menegakkan kebijakan untuk memakai helm, manakala sebagian anggota masyarakat telah memakai udeng pada saat mereka memakai pakain adat dalam rangak upacara agama dan upacara adat. Mereka tidak berdaya untuk menyetop dan menghentikan pengendara kendaraan bermotor. Padahal kita sama-sama tahu, bahwa kebijakan mengenai helm dibuat dalam bentuk Undang-undang yang berlaku untuk seluruh wilayah Republik ini. Kebiasan ini disebut dengan kearifan lokal (local wisdom). Local wisdom dapat dijadikan sebagai pemicu peningkatan pelayan publik yang diberikan oleh pemerintah, agar setiap local wisdom yang ada di setiap propinsi dapat dipayungi oleh undang-undang, untuk menghindari benturan dalam implementasi kebijakan publik perlukan dukungan dari segenap lapisan masyarakat agar terpeliharanya moral, etika dan nilai-nilai masyarakat sehingga dengan ada dukungan dari lapisan bawah dapat meningkatkan partisipasi masyarakat sebagai bagian dari konsep good governance.